Senin, 02 Desember 2013

Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Pembelajaran



BAB II
PEMBAHASAN

A.      PENGARUH TEMAN SEBAYA TERHADAP PEMBELAJARAN
1.    Pengertian Teman Sebaya
Anak-anak memerlukan interaksi yang positif dengan teman-teman sebaya mereka. Teman sebaya adalah anak-anak yang tingkat usia dan kematangannya kurang lebih sama. Kelompok teman sebaya akan terbentuk dengan sendirinya pada anak-anak yang tinggal berdekatan rumah atau pergi ke sekolah bersama-sama. [1]

2.    Jenis-jenis Kelompok Sebaya
Ditinjau dari sifat organisasinya kelompok sebaya dapat dibedakan menjadi:
a.       Kelompok sebaya yang bersifat informal. Kelompok sebaya ini dibentuk, diatur, dan dipimpin oleh anak itu sendiri misalnya, kelompok permainan, gang, dan lain-lain. Di dalam kelompok ini tidak ada bimbingan dan partisipasi orang dewasa.
b.      Kelompok sebaya yang bersifat formal. Di dalam kelompok ini ada bimbingan, partisipasi atau pengarahan orang dewasa. Apabila bimbingan dan pengarahan diberikan secara bijaksana maka kelompok sebaya ini dapat menjadi wahana proses sosialisasi nilai-nilai dan norma yang terdapat dalam masyarakat. Yang termasuk dalam kelompok sebaya ini misalnya, kepramukaan, klub, perkumpulan pemuda dan organisasi lainnya.

Menurut Robbins, ada empat jenis kelompok sebaya yang mempunyai peranan penting dalam proses sosialisasi yaitu kelompok permaianan, gang, klub, dan klik (clique).

Kelompok permainan (play group) terbentuk secara spontan dan merupakan kegiatan khas anak-anak, namun di dalamnya tercermin pula struktur dan proses masyarakat luas, sedang gang, bertujuan untuk melakukan kegiatan kejahatan, kekerasan, dan perbuatan anti sosial. Klub adalah kelompok sebaya yang bersifat formal dalam artian mempunyai organisasi sosial yang teratur serta dalam bimbingan orang dewasa. Sementara itu klik (clique), para anggotanya selalu merencanakan untuk mengerjakan sesuatu secara bersama yang bersifat positif dan tidak menimbulkan konflik sosial.

3.    Peran Teman Sebaya
a.       Hubungan pertemanan menjadi sebuah medan pembelajaran dan pelatihan berbagai keterampilan social seperti negosiasi, persuasi, kerjasama, kompromi, kendali emosional, dan penyelesaian konflik.
b.      Teman sebaya memberikan dukungan social, moral, dan emosional. Teman sebaya dapat dijadikan sumber rasa nyaman dan aman karena teman sebaya bisa menjadi sebuah kelompok tempat mereka dapat belajar bersama, aman dari anak-anak berandalan; bahkan pada saat memasuki masa pubertas, teman sebaya sering kali menjadi andalan, mengalahkan orang tua sendiri, terutama ketika mengalami masa krisis atau kebingungan
c.       Teman sebaya berperan terhadap perkembangan pribadi dan social, yaitu dengan menjadi agen sosialisasi yang membantu membentuk perilaku dan keyakinan mereka. Dalam hal ini teman sebaya menentukan pilihan tentang cara  menghabiskan waktu senggang, misalnya dengan belajar bersama.[2]
d.      Dengan teman sebaya, anak mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk bersosialisasi dan menjalin keakraban, Anak mampu meningkatkan hubungan dengan teman, anak mendapatkan rasa kebersamaan. Selain itu, anak termotivasi untuk mencapai prestasi dan mendapatkan rasa identitas. Anak juga mempelajari keterampilan kepemimpinan dan keterampilan berkomunikasi, bekerja sama, bermain peran, dan membuat atau menaati aturan.[3]
e.       Teman sebaya menjadi model atau contoh tentang cara berperilaku terhadap teman-teman sebaya. Kelompok teman sebaya menyediakan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya dan belajar tentang dunia di luar keluarga mereka.

4.    Pengaruh Teman Sebaya terhadap Pembelajaran
Hubungan yang baik di antara teman sebaya akan sangat membantu perkembangan aspek sosial anak secara normal yang juga akan berpengaruh pada pembelajaran. Anak pendiam yang ditolak oleh teman sebayanya, dan merasa kesepian berisiko menderita depresi. Anak-anak yang agresif terhadap teman sebaya berisiko pada berkembangnya sejumlah masalah seperti kenakalan dan drop out dari sekolah. Dalam interaksi teman sebaya memungkinkan terjadinya proses identifikasi, kerjasama dan proses kolaborasi. Proses-proses tersebut akan mewarnai proses pembentukan tingkah laku dan proses pembelajaran.
Dukungan teman sebaya banyak membantu atau memberikan keuntungan kepada anak-anak yang memiliki problem sosial dan problem keluarga, dapat membantu memperbaiki iklim sekolah, serta memberikan pelatihan keterampilan sosial. Namun, tidak semua teman dapat memberikan keuntungan bagi pembelajaran. Perkembangan individu akan terbantu apabila anak memiliki teman yang secara sosial terampil dan bersifat suportif. Sedangkan teman-teman yang suka memaksakan kehendak dan banyak menimbulkan konflik akan menghambat pembelajaran.
Terpengaruh tidaknya individu dengan teman sebaya tergantung pada persepsi individu terhadap kelompoknya, sebab persepsi individu terhadap kelompok sebayanya akan menentukan keputusan yang diambil nantinya.
Kelompok sebaya menyediakan suatu lingkungan, yaitu tempat teman sebayanya dapat melakukan sosialisasi dengan nilai yang berlaku, bukan lagi nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya, dan tempat dalam rangka menentukan jati dirinya.
Anak yang bergaul dengan anak-anak yang rajin dan menaruh perhatian terhadap pelajaran di sekolah akan cenderung menjadi anak yang rajin. Misalnya, dalam suatu kelas terdapat kelompok teman sebaya yang terdiri atas 3 anak berprestasi di kelas dan 1 anak yang prestasinya biasa saja dan bisa dibilangh acuh terhadap pelajaran. Ketika pembelajaran berlangsung, ketiga anak berprestasi tersebut selalu membuat catatan di buku tulisnya. Suatu saat, si anak yang prestasinya biasa saja itu mengikuti apa yang dilakukan ketiga anak berprestasi itu dan pada akhirnya anak yang prestasinya sedang-sedang saja berubah menjadi anak yang rajin mencatat dan menaruh perhatian pada aktivitas pembelajaran. Contoh lain, ketika seorang anak diminta guru untuk menyanyikan lagu daerah di depan   kelas, si anak menolak. Tetapi ketika guru meminta teman sebangkunya untuk menemani temannya menyanyi di depan kelas, keduanya berani untuk maju ke depan.
Aktivitas anak bersama teman sebaya memang baik untuk perkembangan anak. Namun apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai negatif maka akan menimbulkan bahaya bagi perkembangan jiwa individu yang akan berpengaruh pada proses belajar anak. Jika anak terlalu banyak melakukan aktivitas bersama teman-temannya, sementara ia kurang mampu membagi waktu belajarnya, dengan sendirinya aktivitas tersebut akan merugikan anak karena kegiatan belajarnya menjadi terganggu.

B.       PENGARUH BUDAYA TERHADAP PEMBELAJARAN
1.    Pengertian Budaya
Kata ”kebudayaan” berasal dari (bahasa Sansekerta) buddayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “budhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal”. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus didapatkannya dengan belajar, dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soenardi merumuskan kebudayaan sebagai semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat.
Budaya menyangkut cara hidup total kelompok atau masyarakat, menyangkut adat, tradisi, peraturan, keyakinan, nilai, bahasa, dan produk fisik. Budaya adalah seluruh perilaku dan sikap yang dipelajari, dialami bersama, dan disebarkan ke para anggota kelompok sosial.[4]

2.    Pengaruh Budaya Terhadap Pembelajaran
Budaya secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap pembelajaran. Peraturan dan norma social yang berlaku pada suatu masyarakat tempat seseorang tinggal juga akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, serta apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
Pola budaya memengaruhi perkembangan anak melalui pengaruhnya pada komposisi rumah tangga, sumber daya ekonomi dan sosial, cara bertindak anggota terhadap anggota lain, makanan yang dikonsumsi anak, permainan yang dimainkan anak, cara belajar anak, pekerjaan orang tua, serta cara anggota keluarga memikirkan dan mempersiapkan dunia ini.[5]
Perbedaan budaya berpengaruh pada pembelajaran. Misalnya, lingkungan anak  yang memiliki budaya menjunjung tinggi ilmu pengetahuan akan cenderung menghasilkan anak yang memiliki proses dan hasil belajar yang baik karena anak akan berusaha untuk mencapai cita-citanya dengan menaruh perhatian pada pembelajaran. Sedangkan, anak yang tinggal di lingkungan yang kumuh, serba kekurangan, dan kurang menjunjung tinggi nilai-nilai pendidikan cenderung memberikan pengaruh  negatif terhadap proses belajar karena anak akan acuh tak acuh terhadap pembelajaran dan kurangnya dukungan dari lingkungannya.


[1] John W Santrock, Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta : Erlangga. 2002), hal 268.
[2] Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, (Yogyakarta : Insan Madani, 2012), hal 248.
[3] Lusi Nuryanti, Psikologi Anak, (Jakarta: Indeks, 2008).hal 68.

[4] Lusi Nuryanti, hal 65.
[5] Ibid. hal 66.